Perkembangan Media Massa Cetak dari Zaman Penjajahan sampai Sekarang
1. Zaman
Penjajahan Belanda
Media
massa cetak telah ada sejak tahun 1744. Media massa cetak pertama terbit di
Batavia dengan nama “Bataviasche Nouvelles”. Sayangnya surat kabar ini hanya
bertahan satu tahun lamanya. Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche
Courant yang isinya memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang
dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa. Di Surabaya (1835) terbit Soerabajasch
Advertentiebland yang kemudian diganti namanya menjadi Soerabajasch
Niews en Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Surat kabar yang
terbit pada masa itu tidak mempunyai arti secara politis karena lebih merupakan
surat kabar periklanan. Tidak lebih dari 1000-2000 eksemplar setiap kali
terbit. Bukan hanya di Jawa saja orang
Belanda mengusahakan penerbitan surat kabar, tetapi juga di Sumatera dan
Sulawesi. Di Padang pada masa itu terbit Soematra Courant, Padang
Handeslsbland dan Bentara Melajoe. Di Makasar (Ujung Pandang) terbit
Celebes Courant dan Makassaarch Handelsbland.
Versi lainnya, menurut Van der
Kroef, Bromartani disebut sebagai surat kabar Indonesia pertama yang
berbahasa melayu. Surat kabar ini terbit di Surakarta pada tahun 1855 yang
kemudian disusul beberapa surat kabar lainnya seperti Slompret Melajoe
yang terbit di Semarang pada tahun 1860, Bintang Timur pada tahun 1862
di Surabaya dan Matahari di Jakarta. Namun surat kabar-surat kabar
tersebut jelas masih jauh di belakang Belanda dan China pada waktu itu. Hal ini
disebabkan karena kurangnya tenaga kerja yang cakap, kurangnya dana, adanya
tekanan dari penjajahan Belanda dan sedikitnya masyarakat pribumi yang bisa
baca tulis.
2.
Zaman
Penjajahan Jepang
Surat kabar Indonesia masih terbit
pada awal pendaratan tentara Jepang di Indonesia setelah pecahnya perang
Pasifik pada tahun 1941. Namun setelah kurang lebih sebulan lamanya Jepang
menduduki Indonesia, surat kabar berbahasa Belanda dihanguskan dan semua surat
kabar yang tadinya berusaha berdiri sendiri dipaksa untuk bergabung menjadi
satu dengan Jepang. Segala usahanya disesuaikan dengan rencana serta tujuan
tentara jepang untuk memenangkan Perang Asia Timur Raya. Sehingga surat kabar-surat
kabar Indonesia menemui ajalnya.
Surat kabar baru yang semata-mata
menjadi alat pemerintah Jepang mulai diterbitkan. Diantaranya Asia Raya
yang terbit di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di
Surabaya dan Tjahaja yang diterbitkan di Bandung. Kabar dan berita yang
dimuat di surat kabar ini hanya mengenai pemerintahan Jepang. Berita-berita yang diterbitkan pada
masa pemerintahan Jepang juga harus memuat nilai-nilai yang memuji pemerintahan
Jepang.
Pada masa pemerintahan jepang salah satu
media cetak yang paling berhasil ialah “Tjahja”. Salah satu surat kabar yang
sudah berbahasa indonesia meski isi beritanya masih mengenai pemerintahan
Jepang. Berita-berita yang terbit di surat kabar ini bisa diambil dari kantor
warta Jepang. Pemerintahan Jepang dapat menerbitkan surat kabar yang berkisar
20-30 eksemplar perhari dan ini merupakan suatu peningkatan yang cukup bagus.
3. Zaman
Kemerdekaan
Pemerintahan Jepang memanfaatkan media massa cetak
sebagai alat pencitraan baik pemerintah. Namun, melihat hal itu para pejuang
kemerdekaan indonesia pun melakukan hal yang sama. Mereka memanfaatkan media
cetak sebagai alat perlawanan dengan menyabotase kegiatan komunikasi lewat
media. Pada masa perjuangan kemerdekaan
muncul berbagai surat kabar yang bersikap pro kemerdekaan, seperti “Soeara
Merdeka” terbit dibandung, “Soeara Indonesia”, “Demokrasi” terbit di Padang,
“Kadaulatan Rakyat”terbit di Bukit Tinggi, dan “Oetoesan soematra” yang juga
terbit di Padang.
Para pejuang kemerdekaan dapat meneriakkan suara
perjuangan kemerdekaan dalam artikel-artikel yang mereka tulis melalui surat
kabar. Selanjutnya pada masa orde lama, terdapat perubahan pada media massa
cetak dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang berisi bahwa
“Embargo pers harus turut berpartisipasi dalam kegiatan politik. Dengan kata
lain media massa cetak dilarang menjadi alat propaganda kepentingan politik
manapun.
Pemerintah
juga mempersulit pembuatan izin cetak dan izin terbit bagi media massa. Media
massa cetak yang berani menerbitkan tulisan-tulisan yang berisi opini ataupun
nilai politikakan segera diberi surat peringatan. Tahun 1964
kondisi kebebasan pers makin buruk yang digambarkan oleh E.C. Smith dengan
mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya
mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar
perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara
sepihak.
Media massa cetak tampak lebih bebas
pada masa pemerintahan orde baru. Masa kebebasan ini berlangsung selama delapan
tahun. Namun pers kembali seperti zaman orde lama karena terjadi peristiwa
Malari (Lima Belas Januari 1974). Dengan munculnya peristiwa Malari beserta
peristiwa-peristiwa lainnya, beberapa surat kabar dilarang terbit/dibredel, diantaranya
Kompas, Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo yang merupakan contoh-contoh
kentara dalam sensor kekuasaan ini.
Titik kebebasan pers mulai terasa
lagi saat BJ Habibie menggantikan Soeharto. Banyak media massa yang muncul
kemudian dan PWI tidak lagi menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kalangan
pers kembali bernafas lega karena pemerintah mengeluarkan UU No. 39 tahun 1999
tentang Hak Asasi manusia dan UU no. 40 tahun 1999 tentang pers.
Dalam UU Pers tersebut dengan tegas
dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai Hak asasi warga negara (pasal 4) dan
terhadap pers nasional tidak lagi diadakan penyensoran, pembredelan, dan
pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2). Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan
di depan hukum, wartawan memiliki hak tolak agar wartawan dapat melindungi
sumber informasi, dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi,
kecuali hak tolak gugur apabila demi kepentingan dan ketertiban umum,
keselamatan negara yang dinyatakan oleh pengadilan.
REFERENSI
Edmundzr, Eza. 2013.
Perkembangan Media Massa di Indonesia. (Online)
http://ezraedmundr.blogspot.co.id/2013/10/perkembangan-media-massa-di-indonesia.html
Suryahadi, Nanang. 2012.
Perkembangan Mediia Komunikasi di Indonesia. (Online) http://nanangsuryadi. lecture.ub.ac.id/2012/03/perkembangan-media-komunikasi-di-indonesia/
Komentar
Posting Komentar